Paguyuban Pengemudi Angkatan Darat (PPAD) bersama forum komunikasi masyarakat penyelenggara angkutan umum (FK-MPAU) di Jakarta mengadakan demo besar-besaran menuntut dilarang beroperasinya penyedia jasa transportasi online, 22/03/2016. Aksi ini merupakan aksi terbesar penolakan jasa transportasi online sejauh ini. Sejak akhir tahun lalu, ketika menteri perhubungan melarang beredarnya jasa transportasi online, isu ini tidak berujung menemukan titik terang. Transportasi online, perlukah dipertahankan?

Sementara itu, Pemkot Surakarta sejak tahun lalu sudah mengambil sikap untuk melarang adanya penyedia jasa transportasi online. Pemkot Surakarta tetap berusaha untuk menyediakan layanan terbaik melalui angkutan umum bukan dengan kendaraan pribadi. Saya mendukung kebijakan ini, mengingat dengan masuknya transportasi online maka angkutan umum yang sedang berbenah ini akan kalah bersaing sedari awal.

Sayangnya, beberapa waktu lalu, beberapa provider transportasi online mencoba beroperasi di Kota Surakarta! Beberapa provider tersebut beroperasi via pesan singkat ataupun app. Kalau tidak mau dikatakan kebobolan maka bisa dikatakan bahwa kekuatan jasa transportasi online tidak bisa, dengan mudah, dibendung! Terbukti, hingga kini belum ada regulasi yang menaungi jasa transportasi online ini.

Angkutan Umum versus handphone

Ini adalah dekade ke-dua kekalahan telak angkutan umum di Indonesia oleh invasi teknologi komunikasi berupa handphone. Banyak pengusaha angkutan umum di Kota Surakarta mengaku bahwa sepuluh tahun lalu adalah momentum balik merosotnya jumlah penumpang beriringan dengan mulai maraknya penggunaan handphone.

Mudahnya berkomunikasi membuat perjalanan menjadi tidak berarti. Dulu orang-orang melakukan perjalanan menuju ke stasiun untuk sekedar mengecek jadwal kereta api, ke kantor pos bolak-balik mengecek kiriman, dan pelbagai urusan sepele yang menuntut adanya perjalanan. Handphone memutus kegiatan-kegiatan tersebut sekaligus potensi rejeki dari bisnis angkutan.

Pengembangan teknologi handphone pun tak tanggung-tanggung. Hanya dalam jangka lima tahun, ponsel smartphone muncul dan mengakomodasi pelbagai fitur dengan layanan internet. Evolusi layanan komunikasi pun menjangkau aktivitas manusia lebih jauh bahkan sebelum angkutan umum sempat berbenah. Tak butuh waktu lama hingga akhirnya transportasi online muncul di tengah masyarakat, angkutan umum pun makin terpuruk.

Terinspirasi dari pemanfaatan alat komunikasi tersebut, beberapa penyedia jasa kuliner di Surakarta pun menyediakan layanan pesan antar makanan kesukaan tepat di pangkuan pelanggan. Sementara kemajuan teknologi sudah di depan mata, angkutan umum masih berjibaku meski penumpang kian menghilang.

Jika mengingat luas Kota Surakarta yang hanya 44 km2 ini, layanan transportasi online berpotensi menjangkau seluruh wilayah Kota Surakarta hingga ke perbatasan. Tentunya ini bisa menjadi kabar gembira untuk masyarakat sekaligus kabar buruk untuk nasib angkutan umum di Surakarta dan sekitarnya.

Evolusi, harga mati!

Bukan perkara mudah untuk angkutan umum bangkit dari keterpurukan. Sebelum datangnya jasa transportasi online, angkutan umum sudah menghadapi persaingan dengan murah dan mudahnya akses pembelian kendaraan bermotor pribadi. Kepastian layanan meliputi kecepatan, mobilitas, aksesibilitas, waktu operasional, dan, paling penting adalah, biaya transportasi menjadi alasan masyarakat berpikir dua kali untuk menggunakan angkutan umum.

Waktu layanan yang terbatas hingga pukul 6 sore tidak mampu menjawab tantangan mobilitas masyarakat solo yang kian aktif hingga larut. Belum lagi, keluhan mengenai tidak jelasnya rute yang cenderung berputar-putar, waktu tempuh yang terlampau lama, dan pelbagai kekurangan lainnya. Bahkan masalah perebutan penumpang angkutan umum dengan angkutan ilegal berplat hitam yang masuk dari wilayah Purwodadi, Boyolali, dan Klaten pun belum usai.

Lantas bagaimana kesiapan angkutan umum di Surakarta melawan primanya layanan transportasi online?

Evolusi layanan transportasi jelas diperlukan! Satu dekade berlalu dan pelayanan angkutan masih begitu saja. Pemerintah Kota Surakarta sejak tahun 2010 silam terus mengembangkan batik solo trans dengan harapan dapat menyediakan layanan angkutan umum yang prima.

Persaingan yang ketat dalam penyediaan pelayanan publik khususnya di bidang transportasi harus dikerjakan bersama antara pemerintah dan operator angkutan umum di Kota Surakarta.  Adopsi pemanfaatan teknologi dan informasi pelayanan melalui app di handphone harus diterapkan pula pada pelayanan angkutan umum untuk mewujudkan evolusi layanan tersebut.

Namun apakah ini hanya akan menjadi mimpi-mimpi yang jauh?

Mengingat sekitar seminggu lalu puluhan juru mudi dan pemilik angkuta justru mendatangi DPRD menolak revitalisasi angkutan umum sembari membawa spanduk bertuliskan, “Jeritan Rakyat Anti Penindasan” (Solopos:11/03/2016). Sambil menaruh kecurigaan bahwa pemerintah kota sedang melakukan upaya penyingkiran angkota secara perlahan.

Dengan penolakan revitalisasi angkota, akankah operator angkota mampu menjawab tantangan penyediaan layanan prima tersebut sendirian?

Pemerintah Kota Surakarta dan operator angkutan umum sebaiknya segera berkaca dengan adanya aksi brutal di Jakarta kemarin. Sementara operator taksi sedang berkonflik ria, para pelanggan mereka sibuk pindah ke lain hati dan justru menyerang balik dengan petisi bertajuk ,demo taksi. Jika layanan angkutan umum di Kota Surakarta tidak segera berubah, ini sama saja dengan agenda bunuh diri.

 

Catatan: Tulisan ini pernah diterbitkan di Harian Umum SOLOPOS pada bulan Maret tahun 2016

 

Titis Efrindu Bawono, Pengamat Transportasi Kota Solo sekaligus bekerja sebagai konsultan transportasi di Kota Solo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *